Selasa, 10 Juli 2012

AKU MASUK ITB

ITB merupakan universitas yang saya cita-citakan. Dalam menentukan tujuan kuliah, saya memutuskan untuk menargetkan pilihan pertama saya di FTI, dan pilihan kedua saya di SITH. Alasan saya ingin mengambil FTI adalah karena saya tertarik dengan urusan bisnis dan manajemen. Sedangkan, alasan saya ingin mengambil kuliah di SITH adalah karena saya bercita-cita jadi pengusaha agrikultur, dan senang dengan makanan fermentasi (seperti keju dan yoghurt).

Setelah memantapkan niat, saya mulai berusaha untuk menggapai impian saya tersebut. Pada saat bulan-bulan awal mengikuti try out, angka Passing Grade saya masih rendah sehingga tidak bisa lolos di FTI ataupun SITH ITB. Respon saya terhadap hasil TO itu adalah yang penting Next time better!’ Mungkin usaha saya masih belum maksimal. Mari belajar teruuus! Akhirnya perlahan-lahan, nilai TO saya naik. Beberapa bulan kemudian, akhirnya hasil- hasil TO saya nyampe juga di Passing Grade untuk bisa ke SITH. Tapi, hal itu belum membuat saya tenang, karena saya belum keterima secara resmi di ITB.

Pada masa saya, seleksi penerimaan ke ITB ada tiga macam yakni ujian yang dilaksanain olah ITB sendiri (namanya Ujian Saringan Masuk Daerah dan Ujian Saringan Masuk Terpusat); dan ada juga ujian yang dilaksanain serentak oleh pemerintah (istilahnya SNMPTN). Rencana saya: saya mo coba daftar Ujian Saringan Masuk Daerah. Kalo Ujian Saringan Masuk Daerah ga keterima, saya bakal coba daftar lagi untuk ikut ujian di Ujian Saringan Masuk Terpusat. Kalo tetep ga keterima juga, saya tetep akan coba daftar ke ITB via SNMPTN.

Beberapa bulan kemudian, tibalah masa pembukaan pendaftaran untuk ikut Ujian Saringan Masuk Daerah ITB. Saya mencoba mendaftar, mengikuti ujian tersebut, dan hasilnya adalah TIDAK LULUS. Sedih? Itu pasti! Bahkan sedih banget! Tapi justru dari kegagalan itu, saya semakin termotivasi dan merasa tertantang. Saya jadi makin penasaran dan dorongan diri saya agar ‘harus’ keterima di ITB menjadi lebih kuat.

Semenjak penolakan pertama dari ITB, saya mulai membuat planning waktu dan targetan untuk belajar harian. Saya mulai dengan bangun jam 4 pagi untuk belajar, setiap ada waktu lowong dan istirahat saya usahakan untuk mengerjakan soal-soal, sepulang sekolah saya mengikuti bimbel, sehabis bimbel saya meminta waktu tambahan kepada guru bimbel untuk diterangi materi yang saya tak paham, dan sesampainya di rumah saya belajar lagi. Itulah rutinitas harian yang saya lakukan pada semester akhir di SMA. Selain itu, saya juga aktif ‘berburu’ TO-TO ataupun promo bimbel gratis yang digelar oleh instansi-instansi bimbel. Jujur, banyak banget poin plus dari berburu TO and bimbel gratisan, yakni (1)Saya bisa mengukur sejauh mana kemampuan saya bila dibandingkan dengan teman-teman dari bimbel lain (dalam hal persaingan universitas yang diinginkan), (2) Memperkaya wawasan saya akan berbagai macam tipe soal (kan parameter penilaian dan tipe soal masing-masing bimbel kan beda-beda), (3) Dapet ‘rumus cepat’ secara gratis (biasanya tiap bimbel itu punya trik-trik cepat dalam mengerjakan soal. Dan hal ini saya dapet secara cuma-cuma melalui TO n bimbel gratis yang saya ikuti). =)

Saya juga mulai melakukan visualisasi, berupa mengedit surat pernyataan lolos USM Daerah punya teman saya yang keterima, menggantikan namanya dengan nama saya, menggantikan tulisan ‘USM Daerah’ menjadi tulisan ‘USM Terpusat’, mengeprint-nya, dan menempelkannya di binder belajar untuk menjadi motivasi buat saya. Jadi seolah-seolah setiap melihat kertas print itu, saya selalu membayangkan ketika mengikuti USM Terpusat, saya akan mendapatkan surat tersebut yang isinya sama persis.

Beberapa bulan sebelum mengikuti USM, saya harus menghadapi Ujian Nasional. Menurut saya, bagian yang paling berat dalam mengikuti Ujian Nasional adalah tekanan ‘mental’ (level super) dari ‘lingkungan’ dibanding materi soal ujian itu sendiri (nanti akan saya ceritakan di post berikutnya). Saya tidak mematok diri saya untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya, target saya dalam mengikuti Ujian Akhir Nasional adalah yang penting ‘lulus’ (meskipun demikian, saya tetap berusaha loh ya). Masa-masa ‘bisul ampir bucat’ itu akhirnya tiba, yakni pengumuman UN. Alhamdulillah, HASILNYA saya LULUS! Itu saja cukup. Yang penting lulus. Saya tidak terlalu peduli saya berada di peringkat mana, yang penting nilai saya berada di batas aman dan saya lulus. Namun,ujung-ujungnya saya akhirnya mengetahui, nilai UN Fisika saya temasuk dalam yang terendah seangkatan. Sedih? Tidak! Malu? Tentu tidak! Saya justru bangga sama diri saya sendiri, bangga kalau saya mampu mengerjakan soal UN Fisika itu atas kerja keras saya sendiri; lain halnya dengan teman –teman sekitar saya yang kebanyakan menyontek. Tekad saya adalah ‘biarin nilai UN saya ga bagus-bagus amat, yang penting ntar saya ‘balas dendam’ pas USM Terpusat ITB dan akhirnya keterima di ITB.’

Waktu semakin cepat, hingga tak terasa USM Terpusat sudah di depan mata. Saya mengerjakan soal bertahap. Setiap ada soal yang ‘menantang’ mulut saya komat-kamit baca doa Allahuma yassir wa la tu’assir. Saya selalu mengingatkan diri saya bahwa saya sudah mempelajari semua materi selama berbulan-bulan, jadi saya pasti bisa mengerjakan soal dan tak ada soal yang perlu saya khawatirkan.

Masa pengumuman USM Terpusat tiba. Pada awalnya, saya tidak mau mengecek pengumuman di internet saking deg-degannya. Setelah beberapa teman saya menanyakan hasil pengumuman dan menyuruh saya untuk mengecek hasil, serta dorongan dari keluarga yang terus-terusan menanyakan kabar; akhirnya saya memberanikan diri. Saat maghrib, saya ditemani ibu saya pergi ke warnet. Lalu, saya membuka website USM, memasukan ID dan Password.. hasilnya adalah jeng..jeng..jeng..saya KETERIMA. Seketika itu juga saya langsung teriak, dan sujud syukur. ALHAMDULILLAH! SENENG BANGET RASANYA!
*******

Begitulah cerita perjuangan sang anak dengan UN Fisika SMA yang termasuk terendah seangkatan itu kini masuk ITB.

O iya, ini ada quote favorit saya:

Bukan tajamnya pisau lah yang mampu mematahkan kayu, tapi kesungguhanlah yang mampu mematahkannya. Man jadda wa jada. Dibutuhkan usaha 200%, untuk mencapai hasil 100%!

sumber: http://sourandsugar.wordpress.com







Tidak ada komentar:

Posting Komentar