Selasa, 10 Juli 2012

JALAN BERLIKU MENCAPAI UI - SAEFUDIN

Saefudin (Matematika 2005)
Februari 17, 2009 pada 4:48 am
“Sebenarnya aku bingung mau menulis apaan. Karena tuntutan junior untuk menulis, akhirnya selesai juga aku menulis kisah perjuanganku ini menuju kampus UI yang mungkin tak seberapa dari teman-temanku. Maafkan sebelumnya kalau judulnya tak relevan dengan isi cerita atau tulisannya mungkin kurang bagus, karena jujur saja, sebelumnya tak pernah menulis cerita seperti ini”
Jogja, Satu Kesalahan yang Fatal
Ini adalah perjuanganku yang pertama setelah mengetahui bahwa hasil PPKB dari Universitas Indonesia tak sesuai harapan. Waktu itu aku mencoba mengambil Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Farmasi. Sebenarnya aku sudah mempunyai firasat demikian karena memang nilai raporku kelas satu dan dua hanya lebih dari cukup. Skor TOEFL pun tak sampai 500. Aku hanya mengandalkan piagam-piagam yang aku peroleh selama mengikuti lomba mata pelajaran baik dari tingkat Kabupaten, Provinsi maupun tingkat Nasional. Namun itu ternyata belum cukup untuk menutupi nilai raporku yang ala kadarnya.
Bermula informasi dari guru bimbingan konseling bahwa Universitas Gajah Mada akan mengadakan ujian masuk atau yang lebih familiar dengan sebutan UM UGM. Sebetulnya aku tak begitu tertarik untuk mengikuti UM UGM karena tujuan utamaku adalah masuk UI. Aku ingin mengikuti jejak sepupuku yang sekarang sudah sukses di dunia kerja setelah lulus dari Universitas Indonesia, walaupun aku tahu dia termasuk dari golongan keluarga kelas menengah kebawah. Paling tidak, aku ingin mengulang kesuksesannya.
Bulan Januari informasi pelaksanaan ujian diterima. Teman sekolah banyak yang sudah mendaftar. Aku bingung karena hampir 50% siswa-siswi kelas tiga ikut ujian ini. Karena beberapa teman mempengaruhi aku supaya ikut, aku-pun minta ijin orang tua dan Alhamdulillah orang tua mengijinkan. Bersamaan dengan itu salah seorang temanku secara tak terduga mengajak ikut naik mobilnya dan menginap di rumah saudaranya di Jogja untuk mengikuti ujian ini, sehingga aku bersyukur sekali karena memang sebenarnya aku bingung, aku tak memiliki saudara di Jogja.
Malam itu aku dan teman-teman bertujuh naik mobil carry milik teman yang mengajakku itu. Di bawah kondisi hujan deras kami tetap meneruskan perjalanan. Ba’da Isya kami berangkat dari Slawi. Selama dalam mobil aku tak menikmati perjalanan, karena memang kondisi hujan deras dan perjalanan malam hari yang gelap, hanya sesekali terbangun ketika tiba-tiba mobil berhenti karena ada operasi kendaraan bermotor di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kami sampai ketempat tujuan pukul 3 pagi, waktu yang sedikit itu aku pergunakan untuk tidur supaya besok pagi aku bisa segar kembali dan bisa mengerjakan soal ujian dalam keadaan fresh. Adapun teman-teman sepertinya asyik mengobrol.
Suara adzan berkumandang menandakan waktu Shubuh tiba. Mataku terbuka, aku lekas beranjak bangun dan membangunkan teman-temanku yang ternyata ikut tidur di sampingku yang beralaskan tikar. Aku mengajak mereka keluar rumah dan mencari mushola terdekat untuk Shalat berjamaah. Iqomah dibacakan, dengan suara pelan dan merdu imam seumuran Bapak saya itu membuat semakin semangat dalam menjalani hari itu. Selesai Shalat aku memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk diberikan pikiran yang jernih agar bisa mengerjakan soal-soal yang akan diujikan nanti.
Setelah beberapa membaca ayat suci Alquran aku pun mandi dan dilanjutkan sarapan pagi yang ternyata sudah disiapkan oleh tuan rumah. Saudara temanku itu memang baik dan ramah, di tambah kalau sedang berbicara, dengan logat khas orang Jogja yang halus, menambah suasana persaudaran makin lekat.
Pukul 5.30 pagi kami berangkat menuju tempat ujian. Sengaja kami berangkat lebih pagi karena disamping belum mengecek tempat ujian, kami mengantisipasi barang kali terjadi kemacetan. Tahu sendiri kalau Jogjakarta terkenal sebagai kota pelajar. Apalagi saat-saat seperti itu bertepatan dengan jam berangkat sekolah dan orang bekerja. Sesampainya di UGM, ternyata sudah banyak yang datang lebih pagi dari kami. Kami masih punya waktu 45 menit untuk mencari tampat ujian. Tak lama kemudian aku mendapatkanya, aku sendiri mendapat di gedung Fakultas ekonomi.
Dengan perlahan masuk ke dalam ruangan, aku berusaha menguasai emosiku yang sepertinya tak kunjung tenang. Seperti biasa, inilah aku..setiap akan melaksanakan ujian, selalu seperti ini, cemas…grogi…takut…tetapi tetap optimis. Semuanya campur menjadi satu. Tetapi ini mungkin menandakan bahwa aku siap mengerjakan soal ujian. Bel berbunyi sebagai tanda waktu ujian dimulai, akupun mengisi identitas dilembar jawaban, mulai dari nama, nomor ujian, kode soal, tanggal, tanda tangan dan sebagainya. Satu persatu aku mengerjakan soal. Soal yang mudah aku kerjakan lebih dahulu kemudian baru yang sulit. Alhamdulillah…yang aku pelajari selama tiga hari ini sebagian besar keluar. Akupun bisa mengerjakan sampai 90% dari jumlah soal ujian.
Selasai ujian, aku berjalan meninggalkan ruangan dengan rasa optimis. Akupun membayangkan bahwa tahun depan aku akan kuliah di Departemen Matematika Universitas Gajah Mada. Setelah itu aku dan teman-teman naik mobil untuk langsung perjalanan pulang. Tadi pagi kami sekalian berpamitan untuk pulang setelah pelaksanaan ujian. Dalam perjalanan kami membahas soal-soal yang yang diujikan tadi. Dengan percaya diri aku menjelaskan jawaban dari pertanyaan dari temanku yang katanya susah.
Seketika itu pula aku kaget dan dalam hatiku menangis. Aku lupa mengganti kode naskah soal yang aku kerjakan. Aku baru teringat waktu pertama kali soal di bagikan. Aku langsung menuliskannya di lembar jawaban. Beberapa saat kemudian aku kasihkan ke teman yang duduk sebelah kiri, karena seharusnya aku mendapat soal yang sebelah kanan. Ya Allah…semua sudah terlanjur. Mungkin ini peringatan bagiku untuk lebih hati-hati dan teliti dalam mengrjakan sesuatu. Sesampai di rumah aku menjelaskan kepada orang tua, aku meminta maaf karena telah menyia-nyiakan kesempatan itu.
Semarang, Perjuangan yang tak Henti-henti
Untuk kali kedua aku mencoba mengikuti ujian masuk. Kali ini Sekolah Tinggi Ilmu Statistik yang aku tuju. Mungkin ini perjuangan yang paling menghabiskan banyak energi, pikiran, dan tentu saja finansial. Bagaimana tidak, ujian ini dilaksanakan empat tahap. Sudah tiga tahap aku mengikuti ujian ini yang Alhamdulillah lulus. Tinggal selangkah lagi aku berhasil namun aku menguburkannya dalam-dalam karena aku lebih memilih Universitas Indonesia yang dari dulu aku idam-idamkan.
Hari Jumat pagi aku berangkat sendirian ke Semarang. Dengan modal nekat dan membawa uang pas-pasan aku berangkat naik bus jurusan Tegal-Semarang. Baru kali pertama aku pergi ke Semarang naik bus. Waktu itu aku tak tahu akan berhenti di mana. Bukan hanya itu, tempat ujian yang aku tuju dan nanti malam tidur di mana-pun aku tak tahu karena memang aku tak punya keluarga disana. Sesampainya disana, tak berpikir panjang aku bertanya kepada orang lewat tentang alamat Badan Pusat Statistik kota Semarang. Dari situ aku tahu tempat untuk ujian masuk STIS. Aku Bersyukur sekali karena tempat ujiannya tak jauh dari Simpang Lima Semarang yang terkenal itu.
Aku jadi teringat beberapa bulan yang lalu pada awal semester pertama.Waktu itu aku sedang jalan-jalan bersama guruku makan sate di warung lesehan di tepi jalan ini. Berbeda dengan sekarang, hari itu memang sedang menunaikan tugas dari sekolah untuk mengikuti omba cerdas tangkas fisika se-Jawa Tengah sehingga menginap di hotel yang menurut aku cukup mewah di dekat sini. Pada hari itu pula aku teringat pernah ditertawakan oleh seisi gedung yang menonton lomba waktu presentasi soal praktikum pada final perlombaan. Karena baru pertama kali melihat OHP, aku tidak tahu kalau harus menuliskannya di atas transpaansi. Aku malah menuliskannya di atas kertas, betapa lucunya..sehingga terpaksa aku harus menjelaskan sekalian menulis ulang. Tetapi tak apalah..yang penting hasil akhirnya tak memalukan. Sebenarnya waktu itu guruku tak menargetkan apapun..hanya lolos Bapak penyisihan, tetapi diluar dugaan kami bisa masuk final dan satu-satunya sekolah daerah yang bisa lolos sampai final.
Singkat cerita, ujian tahap dua dan tahap tiga aku berangkat menggunakan kereta api. Disamping lebih murah ternyata juga relatif lebih dekat ke Simpang Lima. Seperti malam-malam sebelum ujian, aku menginap tidur di Masjid Agung yang terletak tepat di dekat Simpang Lima Semarang. Ujian tahap dua dan tiga yaitu ujian psikotes dan wawancara-pun sudah aku lalui, tinggal cek kesehatan minggu depan. Namun harapan itu sudah kukuburkan dalam-dalam karena aku lebih memilih UI yang beberapa hari yang lalu pengumuman bahwa aku diterima disana.
Bandung, Aku Sangat Yakin
Seleksi penerimaan mahasiswa baru atau lebih dikenal dengan nama SPMB, merupakan langkah terakhirku untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Di sinilah aku harus berjuang keras. Tak ada pilihan lain, lulus atau mengulang tahun depan. Tak terbesit sedikitpun dalam pikiranku untuk mencaoba masuk ke perguruan tinggi swasta.walaupun waktu itu sebenarnya aku punya sertifikat untuk masuk Fisika Undip tanpa ujian, tapi aku hanya punya satu harapan dan jawaban…UI.
Hari itu sang surya belum muncul di ufuk timur. Aku sedang mengemasi barang-barang untuk bersiap berangkat ke Bandung. di dapur ibu sedang sibuk memasak untuk sarapan pagi. Selesai Shalat Shubuh aku mengecek barang-barang lagi, barangkali ada yang tertinggal. Selesai sarapan aku berpamitan dan meminta untuk selalu di doakan agar selamat sampai kembali dari Bandung dan bisa mengerjakan soal-soal ujian dengan baik.
Tepat pukul sembilan bus berangkat dari Terminal Tegal menuju Bandung. Aku berangkat sendirian karena aku sudah tahu tempat yang akan aku tuju, yaitu Terminal cicaheum. Dari situ aku naik angkot sekali menuju Institut Teknologi Bandung. Aku berencana menginap di kantor bimbel Neutron Yogyakarta cabang Bandung yang terletak dekat ITB. Ya, aku mengikuti super intensif selama sebulan di Neutron yogyakarta cabang Tegal, sehingga aku minta surat mandat untuk minta izin tinggal sementara selama dua hari disana. Aku memilih tempat lokasi ujian Bandung karena disamping mencari pengalaman juga pilhan jurusan yang aku pilih, kedua-duanya aku pilih regional , yaitu pilihan pertama Matematika UI dan yang kedua adalah Teknik Meteorologi ITB.
Dalam perjalanan, aku sangat menyukai kota Bandung. Udara yang dingin, Perjalanan yang naik dan turun bukit serta pemandangan yang indah membuat semangatku bertambah untuk cepat-cepat menyelesaikan hari esok.tak terasa aku pun tertidur. Betapa kagetnya setelah aku bangun,aku melihat jam tanganku menunjukan pukul lima sore dan bus sebentar lagi menuju Terminal. Turun dari bus, rasa kagetku bertambah ketika aku melihat sekeliling Terminal. Aku sepertinya tak pernah kesini sebelumnya.setelah aku tanya pada petugas ternyata ini adalah Terminal Leuei Panjang.
Aku berusaha menguasai emosiku dan bersabar, untuk menenangkan hati aku pun Shalat Dhuhur dan Ashar yang aaku jamak. Seusai Shalat yang akupun segera bertanya alamat kepada petugas Terminal. Beberapa saat aku menunggu angkot yang aku tumpangi, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, aku segera masuk kedalam angkot. Waktu itu aku sempat putus asa. Aku salah mengira, aku kira bus akan berhenti di Terminal Cicaheum sekitar pukul dua siang, dan itu cukup untuk mencari dan mengecek lokasi ujian.eh, ternyata jadinya seperti ini…
Aku berpikir aku akan gagal tahun ini. Saat termenung, aku baru sadar bahwa kalau angkot sudah melewati Neutron, akupun minta supir untuk berhenti. Dengan berlari di bawah hujan deras akupun menuju Neutron cabang Bandung, aku melihat jam menunjukan pukul setengah tujuh, aku berharap kantor masih dibuka. Sesampainya di tempat tujuan aku melihat kantor sudah tutup, tapi pintu gerbang masih terbuka sedikit. Aku pun mengetuk pintu berharap ada orang di dalam beberapa saat kemudian seseorang membuka pintu dan aku menunjukan surat mandat dari Neutron Tegal untuk ijin menginap sementara di kantor ini. Hatiku pun sedikit lega.
Perjuanganku malam itu belum berakhir, seusai mandi dan Shalat Maghrib dan mandi, aku bergegas keluar minta ijin keluar untuk mengecek lokasi ujian, di bawah kondisi hujan yang dari tadi sore belum juga berhenti. Aku mencari mobil angkot untuk aku tumpangi untuk menuju lokasi ujian setelah lama mencari akhirnya ketemu juga. Lokasi ujian ku salah satu SMA negeri di kota Bandung, aku lupa namanya…aku tak sempat masuk karrna memang sudah tutup. Sekembali dari lokasi ujian, jam menunjukan setengah sepuluh, untuk menjaga tubuhku besok pagi agar tetap fit, aku langsung Shalat Isya kemudian tidur.
Jam tiga pagi alarm berbunyi, aku bangun menunaikan Shalat Tahajud, setelah itu aku membuka-buka lagi buku yang aku bawa dari rumah untuk persiapan besok. Adzan Shubuh berkumandang, segera aku melaksanakan Shalat Shubuh, tak lupa setelah itu aku buka mushaf kecil yang selalu aku bawa kemana-mana aku pergi. pukul enam aku keluar untuk jalan-jalan sekalian mencari sarapan, barangkali ada yang jualan di pinggir jalan.
Hari Rabu, 6 Juli 2005 mungkin ini adalah hari yang bersejarah bagiku. Dengan langkah mantap dan yakin, aku berjalan keluar .aku berniat untuk menyantap habis soal SPMB. Jam tujuh tepat aku turun dari angkot dan berjalan menuju lokasi ujian, ketika sedang berjalan di teras kelas, tiba-tiba seseorang memanggilku, aku kaget. Kok di tempat ini ada yang mengenalku.
Setelah aku perhatikan benar-benar, ternyata dia adalah teman di SMP dulu, namanya Fifi, sudah tiga tahun aku tak pernah melihatnya sejak lulus SMP, dulu dia adalah primadona kelas, sering jadi pembicaraan para kaum adam, dia memang pantas disukai, karena memang parasnya yang cantik, putih, dan memakai jilbab yang anggun. Itu dulu…hidup itu sukar ditebak, kemarin ketika aku jadi panitia SGTT (Sintesa Goes to Tegal ) dia main ke GOR Wisanggeni aku lihat dia sudah berubah.
Dua hari di Bandung, aku pulang dengan rasa optimis. Bagaimana tidak aku bisa mengerjakan 90% lebih soal ujian. Empat dari tujuh puluh lima soal kemampuan dasar tidak aku kerjakan karena memang aku tak mengerti, itupun hanya soal Bahasa Inggris, itu memang kelemahanku. Sedangkan soal kemampuan IPA aku santap habis. Sekarang aku tinggal menungu pengumuman.
Go to Campus Universitas Indonesia Depok
Hari pengumuman telah tiba, aku diterima di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Matematika Universitas Indonesia. Aku tak terlalu gembira dengan apa yang telah aku capai, waktu itu usaha orang tuaku sedang macet, ditambah tertipu oleh cek palsu yang diperoleh dari pelanggan. Orang tuaku sedang tidak menyimpan uang. Dengan bermodal uang 500 ribu yang aku pinjam dari pamanku aku berangkat nekat ke Jakarta. Aku masih ingat sama sepupuku yang mengatakan bahwa UI tak akan mengeluarkan mahasiswa karena masalah biaya.
Aku berangkat ke UI sendiri, waktu itu tak tahu harus minta tolong sama siapa, karena tak tahu teman yang di terima di UI siapa saja. Tak tahu, aku hanya mengikuti prosedur administrasi, masalah uang administrasi aku pending dulu. Aku meinta keringanan biaya. Sedangkan uang yang aku bawa aku buat bayar asrama.
Hari-hari pertama kuliah memang tidak bisa konsentrasi. Tiap malam sehabis Shalat aku selalu menangis, aku teringat selalu dengan orang tua dan adik-adikku di rumah. Memang, sebelumnya aku tak pernah jauh dari orang tua. Dari TK sampai SMA aku selalu dekat dengan mereka. Kabar baik pun datang, aku memperoleh keringanan biaya pendidikan hingga aku cuma membayar 800 ribu rupiah, itu pu dicicil tiga empat kali selama satu semester.
Semester awal memang berat, disamping memikirkian kuliah, aku juga harus memikirkan masalah biaya hidup. Aku pun berinisiatif memperoleh penghasilan untuk kebutuhan hidup dan membeli buku-buku. Akhirnya sambil kuliah aku berjualan nasi uduk yang aku ambil dari warung sebelah, selain itu sore harinya aku membantu proyek dosen, dan malamnya aku mengajar les privat. Semua itu aku lakukan untuk tetap bertahan di kota Jakarta. Sampai suatu hari secara tak terduga aku memperoleh beasiswa yang nantinya aku pergunakan untuk membayar biaya pendidikan sampai sekarang.
Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Tak terasa aku sudah lama tinggal di Jakarta.hidupku tak sesulit dulu ketika aku pertama kali masuk. Sekarang aku sudah bisa membeli motor dan laptop yang kugunakan untuk menulis cerita ini, walapun sekarang masih kuliah. Ini semua berkat kerja keras, dorongan dari teman-teman, doa dari orang tua, dan kasih sayang yang besar dari Allah kepadaku.
Sekarang selain kuliah kegiatanku adalah mengajar di Nurul Fikri, membantu proyek dosen, aku juga punya saham di sebuah warung di Kukel, dan sempat juga beberapa bulan aku sebagai pimpinan salah satu bimbel, tapi aku mengundurkan diri karena sekarang aku tak punya banyak waktu. Paling penting adalah pesan dari orang tuaku, yaitu jangan lupa engkau asyik dengan ilmu dunia, tapi engkau lalai dalam ilmu akhirat. Untuk itu tiap hari aku sempatkan untuk mencari ilmu agama, tak aku pedulikan seberapa jauh tempatnya.tak terlewatkan juga kuliah Shubuh gabungan se-Jakarta Selatan bersama orang tua warga Kampung Sawah yang sangat aku cintai itu.
Terakhir, aku berpesan kepada anda yang membaca cerita ini adalah janganlah engkau putus asa dalam meraih hal yang engkau cita-citakan, pilihlah perguruan tinggi yang jauh dari kota tempat tinggalmu, karena disitu engkau akan mengetahui jati dirimu dan makna hidup yang sebenarnya. Satu lagi, ketika engkau kuliah nanti, janganlah seperti pepatah bilang “Habis manis sepah di buang“ dalam arti ketika engkau kuliah engkau hanya memikirkan kuliah saja, kampus, kos, kampus, kos, kemudian setelah lulus engkau melupakan tanpa memperhatikan hal yang ada disekelilingmu. Bermasyarakatlah, di situ engkau akan belajar dan memperoleh hal yang sangat berharga yang sebelumnya belum pernah engkau dapatkan. Selamat berjuang

1 komentar: